Senin, 01 Februari 2016




 Paper Konsep Ki Hajar Dewantara dan Aplikasinya dalam Pendidikan. Myta Chintya Hombink.

Salah satu konsep belajar dan pembelajaran yang terkenal dari Ki Hajar Dewantara adalah konsep Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Semboyan  tersebut memiliki arti masing-masing sebagai berikut :
1)      Ing Ngarso Sung Tulodo berarti di depan memberi teladan
2)      Ing Madya Mangun Karso berarti di tengah menciptakan peluang untuk   berprakarsa
3)      Tut Wuri Handayani mempunyai arti dari belakang memberikan dorongan dan arahan
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi yang bermutu dalam kepribadian dan kerohanian, baru kemudian menyediakan diri untuk menjadi pahlawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figure keteladanan, baru kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran, keutamaan. Pendidik atau Sang Hajar adalah seseorang yang memiliki kelebihan di bidang keagamaan dan keimanan, sekaligus masalah-masalah sosial kemasyarakatan. Modelnya adalah Kyai Semar (menjadi perantara antara Tuhan dan manusia, mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini). Sebagai pendidik yang merupakan perantara Tuhan maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan membawa keselamatan.
Semboyan dalam pendidikan yang beliau pakai adalah: tut wuri handayani. Semboyan ini berasal dari ungkapan aslinya Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Hanya ungkapan tut wuri handayani saja yang banyak dikenal dalam masyarakat umum. Arti dari semboyan ini secara lengkap adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan baik).
Ki Hajar Dewantara juga pernah melontarkan konsep belajar 3 dinding. Yang dimaksud belajar dengan 3 dinding bukanlah belajar dikelas dengan jumlah dinding 3 buah ( salah satu dari 4 sisi dinding tidak ada ), tetapi konsep tersebut mencerminkan tidak ada batas atau jarak antara di dalam kelas dengan realita di luar. Belajar bukan sekedar teori dan praktek disekolah, tetapi juga belajar menghadapi realitas dunia. Sekolah dan Dunia menurut konsep ini berarti tidak terpisah. Dengan itu diharapkan para guru mengajarkan ilmu teori serta praktek di dunia dan juga kepada siswa jika tidak sungkan-sungkan menanyakan apa saja hal yang tidak diketahuinya tentang dunia kepada guru mereka masing-masing. Tujuan dari konsep ini, agar para lulusan sekolah dapat mampu hidup dan bisa berbuat banyak setelah lulus dari sekolah.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1)      Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya.
2)     Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai.
3)      Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis).
4)      Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut.
5)      Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
           

  1.  Sistem Among Pendidikan Ki Hajar Dewantara

Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Tujuan dari Sistem Among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani dan rokhani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan Sistem Among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa.
            Sistem pendidikan Ki Hadjar Dewantara itu dikembangkan berdasarkan lima asas pokok yang disebut Pancadarma Taman Siswa (Suratman, 1985: 111), yang meliputi:
1)      Asas kemerdekaan, yang berarti disiplin diri sendiri atas dasar nilai hidup yang tinggi, baik hidup sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Arti merdeka adalah sanggup dan mampu untuk berdiri sendiri untukmewujudkan hidup diri sendiri, hidup tertib dan damai dengan kekuasaan atasdiri sendiri. Merdeka tidak hanya berarti bebas tetapi harus diartikan sebagaikesanggupan dan kemampuan yaitu kekuatan dan kekuasaan untuk memerintah diri pribadi
2)      Asas kodrat alam, yang berarti bahwa pada hakikatnya manusia itu sebagaimakluk, adalah satu dengan kodrat alam. Manusia tidak dapat lepas dari kodratalam dan akan berbahagia apabila dapat menyatukan diri dengan kodrat alamyang mengandung kemajuan itu. Oleh karena itu, setiap individu harus berkembang dengan sewajarnya.
3)      Asas kebudayaan, yang berarti bahwa pendidikan harus membawa kebudayaan kebangsaan itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasanzaman, kemajuan dunia dan kepentingan hidup lahir dan batin rakyat pada setiap zaman dan keadaan.
4)      Asas kebangsaan, yang berarti tidak boleh bertentangan dengankemanusiaan, malah harus menjadi bentuk kemanusiaan yang nyata. Olehkarena itu asas kebangsaan ini tidak mengandung arti permusuhan denganbangsa lain melainkan mengandung rasa satu dengan bangsa sendiri, satu dalamsuka dan duka, rasa satu dalam kehendak menuju kepada kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa.
5)   Asas kemanusiaan, yang menyatakan bahwa darma setiap manusia itu adalahperwujudan kemanusiaan yang harus terlihat pada kesucian batin dan adanya rasacinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makluk ciptaan Tuhan seluruhnya.

DAFTAR PUSTAKA
Dimyati , mudjiono. 2009. Belajar dan pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
Soemanto wasty .2006. Psikolgi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar